NUSAREPORT-Jakarta , – Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mendesak pelaku usaha lebih agresif menyerap kredit perbankan untuk mendorong ekspansi, menanggapi kondisi likuiditas yang melimpah ruah dan fondasi ekonomi yang kian menguat. Peringatan ini disampaikan menyusul kekhawatiran bahwa kelebihan dana akan mengalir kembali ke surat utang negara jika tidak diserap sektor riil.

Deputi Gubernur BI Destry Damayanti menegaskan, perbankan berada dalam posisi yang sangat kuat dengan Rasio Kecukupan Modal (CAR) sekitar 26%, jauh di atas ambang batas aman 8%. Likuiditas juga berlebih dengan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 26%, lebih dari dua kali lipat batas minimum.

“Perbankan kita sangat likuid, modal kuat. Tapi kalau kredit tidak tumbuh cepat, dana ini akhirnya akan kembali ke pemerintah melalui pembelian surat berharga. Itu berarti peluang ekspansi ekonomi terlewatkan,” tegas Destry.

Potensi penyedotan dana ini kian besar setelah pemerintah mengalihkan dana simpanannya sebesar Rp 276 triliun dari BI ke perbankan sejak September lalu. Namun, penyerapannya oleh dunia usaha dinilai masih perlu digenjot.

Destry mengakui biaya dana perbankan masih relatif tinggi akibat praktik special rate untuk deposan besar, namun hal itu sudah diimbangi kepastian likuiditas longgar dan suku bunga acuan BI yang tetap rendah. “Yang penting, akses dan kemudahan pembiayaan jauh lebih baik. Ini momentum untuk investasi,” ujarnya.

Pemerintah menilai momentum tersebut didukung fondasi ekonomi yang semakin kokoh. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut inflasi November 2025 terkendali di 2,72%, dengan inflasi pangan bergejolak yang turun menjadi 5,48%. Neraca perdagangan juga membukukan surplus USD 2,39 miliar pada Oktober.

“Yang paling menggembirakan, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur melonjak ke level ekspansif 53,3 pada November, tertinggi sejak Februari lalu. Ini sinyal aktivitas industri menguat,” papar Airlangga.

Gabungan stabilitas harga, surplus perdagangan, dan kebangkitan manufaktur menjadi sinyal pemulihan ekonomi yang lebih solid. Otoritas berharap pelaku usaha menangkap momentum ini dengan memanfaatkan likuiditas perbankan untuk ekspansi dan investasi baru, sebelum kesempatan itu terlewat.(Redaksi-Sumber,ALC diolah Rabu, 3 Desember 2025)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *